Rabu, 07 Mei 2014

EVALUASI PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Telah kita ketahui bahwa tes hasil belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung bagaimana strategi dan metode yang diterapkan oleh guru. Adakalanya guru menyelenggarakan tes hasil belajars ecara tertulis (tes tertulis), ada juga secara lisan (tes lisan) dan ada juga yang dengan perbuatan (prektek).
Adanya perbedaan penyelenggaraan tes hasil belajar tersebut, sudah barang tentu menuntut adanya pembedaan pula dalam pemeriksaan hasil-hasilnya (koreksi) dan adanya pembedaan pula dalam rangka pemberian skor.
Untuk mengolah tes hasil belajar, perlu memperhatikan langkah-langkah dan rumus-rumus yang telah ditetapkan. Agar skor dan nilai yang diperoleh siswa dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
1.2 Rumusan Masalah
1.    Bagaimana teknik pemeriksaan hasil tes hasil belajar?
2.    Bagaimana teknik pemberian skor hasil tes hasil belajar?
3.    Bagaimana teknik pengolahan hasil tes hasil belajar?
1.3 Tujuan Pembahasan
1.    Untuk mengetahui bagaimana teknik pemeriksaan hasil tes hasil belajar.
2.    Untuk mengetahui bagaimana teknik pemberian skor hasil tes hasil belajar.
3.    Untuk mengetahui bagaimana teknik pengolahan hasil tes hasil belajar.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TEKNIK PEMERIKSAAN HASIL TES HASIL BELAJAR
Tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis),  secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Adanya perbedaan pelaksanaan tes hasil belajar tersebut menuntut adanya perbedaan dalam pemeriksaan hasil-hasilnya.
1.    Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis
Tes hasil belajar yang diselenggarakan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan tes hasil belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Karena kedua bentuk tes hasil belajar itu memiliki karakteristik yang berbeda, sudah barang tentu teknik pemeriksaan hasil-hasilnya pun berbeda pula.
a.       Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Bentuk Uraian
Dalam pelaksanaan pemeriksaan hasil tes uraian ini ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
1.      Apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak atau:
2.      Apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subyektif itu akan didasarkan pada standar relatif.
Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak (dimana penentuan nilai secara mutlak akan didasarkan pada prestasi individual), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
Ø  Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee dan membandingkannya dengan pedoman yang sudah disiapkan.
Ø  Atas dasar hasil perbandingan tersebut, tester lalu memberikan skor untuk setiap butir soal dan menuliskannya di bagian kiri dari jawaban testee tersebut.
Ø  Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan.
Adapun apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai akan didasarkan pada standar relative (di mana penentuan nilai akan didasarkan pada prestasi kelompok), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1.      Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh seluruh testee, sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai keseluruhan jawaban yang ada.
2.       Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh testee.
3.      Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya.
4.      Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh testee dapat diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor (yang nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai.
b.    Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Bentuk Obyektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban atas soal tes objektif pada umumnya dilakukan dengan jalan menggunakan kunci jawaban, ada beberapa macam kunci jawaban yang dapat dipergunakan untuk mengoreksi jawaban soal tes objektif, yaitu  sebagai berikut:
1.      Kunci berdampingan ( strip keys )
Kunci jawaban berdamping ini terdiri dari jawaban – jawaban yang benar yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas kebawah, adapun cara menggunakannya adalah dengan meletakan kunci jawaban tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa, lalu cocokkan, apabila jawaban yang diberikan oleh teste benar maka diberi tanda ( + ) dan apabila salah diberi tanda ( - ).
2.      Kunci system karbon ( carbon system key )
Pada kunci jawaban system ini teste diminta membubuhkan tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang mereka anggap benar kemudian kunci jawaban yang telah dibuat oleh teste tersebut diletakan diatas lembar  jawaban teste yang sudah ditumpangi karbon kemudian tester memberikan lingkaran pada setiap jawaban yang benar sehingga ketika diangkat maka, dapat diketahui apabila jawaban teste yang berada diluar lingkaran berarti salah sedangkan yang berada didalam adalah benar. 
3.      Kunci system tusukan ( panprick system key )
Pada dasarnya kunci system tusukan adalah sama dengan kunci system karbon. Letak perbedaannya ialah pada kunci sistem ini, untuk jawaban yang benar diberi tusukan dengan paku atau alat penusuk lainnya sementara lembar jawaban testee berada dibawahnya, sehingga tusukan tadi menembus lembar jawaban yang ada dibawahnya. Jawaban yang benar akan tekena tusukan dsedangkan yang salah tidak.
4.      Kunci berjendela ( window key )
Prosedur kunci berjendela ini adalah sebagai berikut :
a)    Ambilah blanko lembar jawaban yang masih kosong
b)   Pilihan jawaban yang benar dilubangi sehingga seolah – olah menyerupai jendela
c)    Lembar jawaban teste diletakan dibawah  kunci berjendela
d)   Melalui lubang tersebut kita dapat membuat garis vertical dengan pencil warna sehingga jawaban yang terkena pencil warna tersebut berarti benar dan sebaliknya.
2.    Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Lisan
Pemeriksaan yang dilaksanakan dalam rangka menilai jawaban – jawaban testee pada tes hasil belajar secara lisan pada umumnya bersifat subjektif, sebab dalam tes lisan itu tester tidak berhadapan dengan lembar jawaban soal yang wujudnya adalah benda mati, melainkan berhadapan dengan individu atau makhluk hidup yang masing – masing mempunyai ciri dan karakteristik berbeda sehingga memungkinkan bagi tester untuk bertindak kurang atau bahkan tidak objektif.
Dalam hal ini, pemeriksaan terhadap jawaban testee hendaknya dikendalikan oleh pedoman yang pasti, misalnya sebagai berikut :


a.    Kelengkapan jawaban yang diberikan oleh testee.
Pernyataan tersebut mengandung makna “ apakah jawaban yang diberikan oleh testee sudah memenuhi semua unsur yang seharusnya ada dan sesuai dengan kunci jawanban yang telah disusun oleh tester
b.    Kelancaran testee dalam mengemukakan jawaban
Mencakup apakah dalam memberikan jawaban lisan atas soal – soal yang diajukan kepada testee itu cukup lancar sehingga mencerminkan tingkat pemahaman testee terhadap materi pertanyaan yang diajukan kepadanya
c.    Kebenaran jawaban yang dikemukakan
Jawaban panjang yang dikemukakan oleh testee secara lancar dihadapan tester, belum tentu merupakan jawaban yang benar sehingga tester harus benar – benar memperhatikan jawaban testee tersebut, apakah jawaban testee itu mengandung kadar kebenaran yang tinggi atau sebaliknya.
d.   Kemampuan testee dalam mempertahankan pendapatnya
Maksudnya, apakah jawaban yang diberikan dengan penuh kenyakinan akan kebenarannya atau tidak. Jawaban yang diberikan oleh testee secara ragu – ragu merupakan salah satu indikator bahwa testee kurang menguasai materi yang diajukan kepadanya.
Demikian seterusnya, penguji dapat menambahkan unsur lain yang dirasa perlu dijadikan bahan penilaian seperti : perilaku, kesopanan, kedisiplinan dalam menghadapi penguji (tester).
3.    Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Perbuatan
Dalam tes perbuatan ini pemeriksaan hasil-hasil tes nya dilakukan dengan menggunakan observasi (pengamatan). Sasaran yang perlu diamati adalah tingkah laku, perbuatan, sikap dan lain sebagainya. Untuk dapat menilai hasil tes tersebut diperlukan adanya instrument tertentu dan setiap gejala yang muncul diberikan skor tertentu pula.
Contoh: misalkan instrument yang dipergunakan dalam mengamati calon guru yang melaksanakan praktek mengajar, aspek-aspek yang diamati meliputi 17 unsur dengan skor minimum 1 (satu) dan maksimum (lima).
2.2   TEKNIK PEMBERIAN SKOR HASIL TES HASIL BELAJAR
1.    Penskoran
Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes. Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka.
Angka-angka hasil penskoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu proses pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0 – 10, 0 – 100, 0 – 4, dan ada pula yang dengan huruf A, B, C, D, dan E. Cara menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang dipergunakan, apakah tes objektif atau tes essay, atau dengan bentuk lain.
a.    Pemberian skor untuk tes bentuk benar-salah
Dalam menentukan angka atau skor untuk tes bentuk benar-salah ini kita dapat menggunakan 2 cara, yaitu: (1) Tanpa denda, dan (2) Dengan denda.
Tanpa denda adalah banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak jawaban yang cocok dengan kunci. Sedangkan dengan denda (karena diragukan ada unsur tebakan), digunakan 2 macam rumus.
S = R - W
Pertama, dengan rumus:
S = Score
R  = Right
W = Wrong

Skor yang diperoleh siswa sebanyak jumlah soal yang benar dikurangi dengan jumlah soal yang salah.

Contoh:
Banyaknya soal             = 10 butir
Yang betul         = 8 butir soal
 Yang salah        = 2 butir soal
Jadi, 8 – 2 = 6
Kedua, dengan rumus:
S = T – 2W
 
T            = Total, artinya jumlah soal dalam tes
Contoh di atas dihitung:            S = 10 – (2 x 2) = 10 – 4 = 6
b.   Pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (multiple choice)
Dengan tes bentuk pilihan ganda, testee diminta melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban yang disediakan atau membubuhkan tanda lingkaran atau tanda silang (X) pada tempat yang sesuai di lembar jawaban.
S = R-W/0-1
Dalam menentukan skor untuk tes pilihan ganda, dikenal 2 macam cara pula yakni tanpa denda dan dengan denda. Tanpa denda apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Sedangkan dengan denda menggunakan rumus.


S = Score
R  = Right
W = Wrong
0 = Option
1 = Bilangan konstan

c.    Pemberian skor untuk tes bentuk jawab singkat (short answer test)
Tes bentuk jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat-kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes ini dpaat digolongkan ke dalam bentuk tes objektif.
Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja. Maka angka bagi tiap nomor soal mudah ditebak. usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih sulit daripada tes bentuk betul-salah atau pilihan ganda. Dalam tes bentuk ini, sebaiknya tiap soal diberi angka 2 (dua). Tetapi apabila jawabannya bervariasi misalnya lengkap sekali, lengkap, dan kurang lengkap, maka angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2, 1,5, dan 1.[1].
d.   Pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (matching)
Pada dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana jawaban-jawaban dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya
Karena tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Sebagai ancar-ancar dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah 2 (dua).
e.    Pemberian skor untuk tes bentuk uraian
Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, maka akan mempermudah kita dalam mengoreksi tes itu.
Tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang kita peroleh akan sangat beraneka ragam, beda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Langkah-langkah pemberian skornya adalah:
ü  Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk memperoleh gambaran mengenai lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara keseluruhan.
ü  Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya.
ü  Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya.
ü  Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.
Alternatif kedua untuk pemberian skor pada tes bentuk uraian adalah dengan menggunakan cara pemberian angka yang relatif. Misalnya untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling lengkap hanya mengandung 3 unsur, padahal yang kita kita menghendaki 5 unsur, maka kepada jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5, sedangkan yang menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita beri angka lebih sedikit, yaitu misalnya 3,5; 2; 1,5; dan seterusnya.
Apa yang telah diterangkan di atas ini adalah cara memberikan angka dengan menggunakan atau mendasarkan pada norma kelompok (norm referenced test). Apabila dalam memberikan angka menggunakan atau mendasarkan pada standar mutlak (Criterion referenced test), maka langkah-langkahnya adalah:
Ø  Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh siswa dan dibandingkan dengan kunci jawaban yang telah disusun.
Ø  Membubuhkan skor di sebelah kiri setiap jawaban. Ini dilakukan per nomor soal.
Ø  Menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal.
Dengan cara ini maka skor yang diperoleh siswa tidak dibandingkan dnegan jawaban paling lengkap yang diberikan oleh siswa lain, tetapi dibandingkan dengan jawaban lengkap yang dikehendaki dan sudah ditentukan oleh guru.
f.    Pemberian skor untuk tes bentuk tugas.
Tolak ukur yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah:
v  Ketepatan waktu.
v  Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandkan keseriusan dalam mengerjakan tugas.
v  Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran.
v  Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
v  Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru.
Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan peranan masing-masing aspek kriteria tersebut, misalnya demikian:
Ø  Ketepatan waktu, diberi bobot 2
Ø  Bentu fisik, diberi bobot 1
Ø  Sistematika, diberi bobot 3
Ø  Kelengkapan isi, diberi bobot 3
Ø  Mutu hasil, diberi bobot 3
Maka nilai akhir untuk tugas tersebut diberikan rumus:
NAT adalah Nilai Akhir Tugas
2.3 TEKNIK PENGOLAHAN DAN PENGUBAHAN (KONVERSI) SKOR HASIL TES HASIL BELAJAR MENJADI NILAI
1.      Perbedaan Skor dan Nilai.
Apa yang terjadi selama ini, banyak di antara para guru yang masih mencampuradukkan antara dua pengertian, yaitu skor dan nilai.
Skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya.
Nilai adalah angka (bisa juga huruf) yang merupakan hasil ubahan dari skor  yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, serta dengan menggunakan acuan/standar tertentu, yakni acuan patokan dan acuan norma.
2.      Pengolahan Dan Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai Standar.
3.      Pengubahan  Skor MentahHasil Tes Menjadi Nilai Standar Berskala Sebelas(Standard Eleven= Stanel Eleven Point Scale).
Nilai standar berskala sebelas adalah rentangan nilai standar dari 0 sampai dengan 10. Jadi disini akan kita dapati 11 butir standar, yaitu nilai 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 10.
4.      Pengubahan  Skor Mentah Hasil Tes Menjadi Skor Standar z
Yang dimaksud dengan skor z adalah skor yang penjabarannya didasarkan atas unit deviasi standar dari mean. Dalam hal ini mean  dinyatakan = 0 (nol).
Oleh karena itu, dnegan penjabaran skor-skor mentah menjadi skor standar z kita dapat melihat bagaimana kedudukan skor tersebut dibandingkan dengan rata-rata skor kelompoknya.
Rumus  z = x / SDx
Dimana : z = z (score)
                    x = deviasi  skor x, yaitu selisih antara skor x dengan Mx
                    SDx = deviasi standar dari skor-skor X.
5.       Mengolah Skor Mentah Menjadi Skor Standar T
Yang dimaksud dengan skor T ialah angka skala yang menggunakan dasar mean = 50 dan jarak tiap deviasi standar (DS) = 10. Di dalam range -3 DS sampai dengan +3 DS, T tersebar dari 20 s.d. 80, tanpa bilangan –bilangan minus.
Suatu panitia ujian sekolah misalnya, dapat menentukan “batas lulus” dari berbagai mata pelajaran dengan kedudukan nilai skor yang sama setelah setiap skor dari mata pelajaran tersebut dijabarkan ke dalam skor T.
Rumusnya: Skor T = 10z + 50       atau
                                    Skor T = 50 + 10z











BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Nilai pada dasarnya melambangkan penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee atas jawaban betul yang diberikan oleh testee dalam tes hasil belajar. Artinya makin banyak jumlah butir soal dapat dijawab dengan betul, maka penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee akan semakin tinggi. sebaliknya, jika jumlah butir item yang dapat dijawab dengan betul itu hanya sedikit, maka penghargaan yang diberikan kepada testee juga kecil atau rendah.
Tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis),  secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Adanya perbedaan pelaksanaan tes hasil belajar tersebut menuntut adanya perbedaan dalam pemeriksaan, pemberian skor, dan pengolahan hasil-hasilnya.
Teknik pengolahan hasil tes hasil belajar dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni: mengolah skor mentah menjadi nilai huruf, mengolah skor mentah menjadi nilai 1 – 10, mengolah skor mentah menjadi nilai dengan persen, mengolah skor mentah menjadi skor standar z, dan mengolah skor mentah menjadi skor standar T.
3.2 Saran
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, serta masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, makalah yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pagi para pembaca.




DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar