BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Telah kita
ketahui bahwa tes hasil belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung
bagaimana strategi dan metode yang diterapkan oleh guru. Adakalanya guru
menyelenggarakan tes hasil belajars ecara tertulis (tes tertulis), ada juga
secara lisan (tes lisan) dan ada juga yang dengan perbuatan (prektek).
Adanya
perbedaan penyelenggaraan tes hasil belajar tersebut, sudah barang tentu
menuntut adanya pembedaan pula dalam pemeriksaan hasil-hasilnya (koreksi) dan
adanya pembedaan pula dalam rangka pemberian skor.
Untuk
mengolah tes hasil belajar, perlu memperhatikan langkah-langkah dan rumus-rumus
yang telah ditetapkan. Agar skor dan nilai yang diperoleh siswa dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
teknik pemeriksaan hasil tes hasil belajar?
2.
Bagaimana
teknik pemberian skor hasil tes hasil belajar?
3.
Bagaimana
teknik pengolahan hasil tes hasil belajar?
1.3 Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui bagaimana teknik pemeriksaan hasil tes hasil belajar.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana teknik pemberian skor hasil tes hasil belajar.
3.
Untuk
mengetahui bagaimana teknik pengolahan hasil tes hasil belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TEKNIK PEMERIKSAAN HASIL TES HASIL BELAJAR
Tes hasil
belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), secara lisan (tes lisan) dan dengan tes
perbuatan. Adanya perbedaan pelaksanaan tes hasil belajar tersebut menuntut
adanya perbedaan dalam pemeriksaan hasil-hasilnya.
1. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis
Tes hasil belajar yang
diselenggarakan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan
tes hasil belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Karena
kedua bentuk tes hasil belajar itu memiliki karakteristik yang berbeda, sudah
barang tentu teknik pemeriksaan hasil-hasilnya pun berbeda pula.
a.
Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Bentuk
Uraian
Dalam
pelaksanaan pemeriksaan hasil tes uraian ini ada dua hal yang perlu
dipertimbangkan, yaitu:
1.
Apakah
nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan
pada standar mutlak atau:
2.
Apakah
nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subyektif itu akan didasarkan
pada standar relatif.
Apabila nantinya pengolahan dan
penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak
(dimana penentuan nilai secara mutlak akan didasarkan pada prestasi
individual), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
Ø
Membaca setiap jawaban yang
diberikan oleh testee dan membandingkannya dengan pedoman yang sudah disiapkan.
Ø
Atas dasar hasil perbandingan
tersebut, tester lalu memberikan skor untuk setiap butir soal dan menuliskannya
di bagian kiri dari jawaban testee tersebut.
Ø
Menjumlahkan skor-skor yang telah
diberikan.
Adapun apabila nantinya pengolahan
dan penentuan nilai akan didasarkan pada standar relative (di mana penentuan
nilai akan didasarkan pada prestasi kelompok), maka prosedur pemeriksaannya
adalah sebagai berikut:
1.
Memeriksa jawaban atas butir soal
nomor 1 yang diberikan oleh seluruh testee, sehingga diperoleh gambaran secara
umum mengenai keseluruhan jawaban yang ada.
2.
Memberikan
skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh testee.
3.
Mengulangi langkah-langkah tersebut
untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya.
4.
Setelah jawaban atas seluruh butir
soal yang diberikan oleh seluruh testee dapat diselesaikan, akhirnya
dilakukanlah penjumlahan skor (yang nantinya akan dijadikan bahan dalam
pengolahan dan penentuan nilai.
b. Teknik
Pemeriksaan Hasil Tes Bentuk Obyektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban
atas soal tes objektif pada umumnya dilakukan dengan jalan menggunakan kunci
jawaban, ada beberapa macam kunci jawaban yang dapat dipergunakan untuk
mengoreksi jawaban soal tes objektif, yaitu sebagai berikut:
1.
Kunci berdampingan ( strip keys
)
Kunci jawaban berdamping ini terdiri dari jawaban –
jawaban yang benar yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas kebawah,
adapun cara menggunakannya adalah dengan meletakan kunci jawaban tersebut
berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa, lalu cocokkan, apabila
jawaban yang diberikan oleh teste benar maka diberi tanda ( + ) dan apabila
salah diberi tanda ( - ).
2.
Kunci system karbon ( carbon system
key )
Pada kunci jawaban system ini teste
diminta membubuhkan tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang mereka
anggap benar kemudian kunci jawaban yang telah dibuat oleh teste tersebut
diletakan diatas lembar jawaban teste yang sudah ditumpangi karbon kemudian
tester memberikan lingkaran pada setiap jawaban yang benar sehingga ketika
diangkat maka, dapat diketahui apabila jawaban teste yang berada diluar
lingkaran berarti salah sedangkan yang berada didalam adalah benar.
3.
Kunci system tusukan ( panprick
system key )
Pada dasarnya kunci system tusukan
adalah sama dengan kunci system karbon. Letak perbedaannya ialah pada kunci
sistem ini, untuk jawaban yang benar diberi tusukan dengan paku atau alat
penusuk lainnya sementara lembar jawaban testee berada dibawahnya, sehingga
tusukan tadi menembus lembar jawaban yang ada dibawahnya. Jawaban yang benar
akan tekena tusukan dsedangkan yang salah tidak.
4.
Kunci berjendela ( window key
)
Prosedur kunci berjendela ini adalah sebagai berikut :
a) Ambilah
blanko lembar jawaban yang masih kosong
b) Pilihan
jawaban yang benar dilubangi sehingga seolah – olah menyerupai jendela
c) Lembar
jawaban teste diletakan dibawah kunci berjendela
d)
Melalui
lubang tersebut kita dapat membuat garis vertical dengan pencil warna sehingga
jawaban yang terkena pencil warna tersebut berarti benar dan sebaliknya.
2. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Lisan
Pemeriksaan yang dilaksanakan dalam
rangka menilai jawaban – jawaban testee pada tes hasil belajar secara lisan
pada umumnya bersifat subjektif, sebab dalam tes lisan itu tester tidak
berhadapan dengan lembar jawaban soal yang wujudnya adalah benda mati,
melainkan berhadapan dengan individu atau makhluk hidup yang masing – masing
mempunyai ciri dan karakteristik berbeda sehingga memungkinkan bagi tester
untuk bertindak kurang atau bahkan tidak objektif.
Dalam hal ini, pemeriksaan terhadap
jawaban testee hendaknya dikendalikan oleh pedoman yang pasti, misalnya sebagai
berikut :
a.
Kelengkapan
jawaban yang diberikan oleh testee.
Pernyataan tersebut mengandung makna “ apakah jawaban
yang diberikan oleh testee sudah memenuhi semua unsur yang seharusnya ada dan
sesuai dengan kunci jawanban yang telah disusun oleh tester
b.
Kelancaran
testee dalam mengemukakan jawaban
Mencakup apakah dalam memberikan jawaban lisan atas
soal – soal yang diajukan kepada testee itu cukup lancar sehingga mencerminkan
tingkat pemahaman testee terhadap materi pertanyaan yang diajukan kepadanya
c.
Kebenaran
jawaban yang dikemukakan
Jawaban panjang yang dikemukakan oleh testee secara
lancar dihadapan tester, belum tentu merupakan jawaban yang benar sehingga
tester harus benar – benar memperhatikan jawaban testee tersebut, apakah
jawaban testee itu mengandung kadar kebenaran yang tinggi atau sebaliknya.
d.
Kemampuan
testee dalam mempertahankan pendapatnya
Maksudnya, apakah jawaban yang diberikan dengan penuh
kenyakinan akan kebenarannya atau tidak. Jawaban yang diberikan oleh testee
secara ragu – ragu merupakan salah satu indikator bahwa testee kurang menguasai
materi yang diajukan kepadanya.
Demikian seterusnya, penguji dapat
menambahkan unsur lain yang dirasa perlu dijadikan bahan penilaian seperti :
perilaku, kesopanan, kedisiplinan dalam menghadapi penguji (tester).
3. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Perbuatan
Dalam tes perbuatan ini pemeriksaan
hasil-hasil tes nya dilakukan dengan menggunakan observasi (pengamatan).
Sasaran yang perlu diamati adalah tingkah laku, perbuatan, sikap dan lain
sebagainya. Untuk dapat menilai hasil tes tersebut diperlukan adanya instrument
tertentu dan setiap gejala yang muncul diberikan skor tertentu pula.
Contoh: misalkan instrument yang
dipergunakan dalam mengamati calon guru yang melaksanakan praktek mengajar,
aspek-aspek yang diamati meliputi 17 unsur dengan skor minimum 1 (satu) dan
maksimum (lima).
2.2 TEKNIK PEMBERIAN SKOR HASIL TES
HASIL BELAJAR
1. Penskoran
Penskoran merupakan langkah pertama
dalam proses pengolahan hasil tes. Penskoran adalah suatu proses pengubahan
jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka.
Angka-angka hasil penskoran itu
kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu proses pengolahan tertentu.
Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang dengan angka,
seperti angka dengan rentangan 0 – 10, 0 – 100, 0 – 4, dan ada pula yang dengan
huruf A, B, C, D, dan E. Cara menskor
hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang dipergunakan,
apakah tes objektif atau tes essay, atau dengan bentuk lain.
a.
Pemberian
skor untuk tes bentuk benar-salah
Dalam menentukan
angka atau skor untuk tes bentuk benar-salah ini kita dapat menggunakan 2 cara,
yaitu: (1) Tanpa denda, dan (2) Dengan denda.
Tanpa denda
adalah banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak jawaban yang cocok dengan
kunci. Sedangkan dengan denda
(karena diragukan ada unsur tebakan), digunakan 2 macam rumus.
S = R - W
|
Pertama, dengan rumus:
S = Score
R = Right
W = Wrong
Skor yang
diperoleh siswa sebanyak jumlah soal yang benar dikurangi dengan jumlah soal
yang salah.
Contoh:
Banyaknya
soal = 10 butir
Yang betul = 8 butir soal
Yang salah = 2 butir soal
Jadi, 8 – 2
= 6
Kedua, dengan
rumus:
S = T – 2W
|
T = Total, artinya jumlah soal dalam
tes
Contoh di
atas dihitung: S = 10 – (2 x 2)
= 10 – 4 = 6
b.
Pemberian
skor untuk tes bentuk pilihan ganda (multiple choice)
Dengan tes
bentuk pilihan ganda, testee diminta melingkari salah satu huruf di depan
pilihan jawaban yang disediakan atau membubuhkan tanda lingkaran atau tanda
silang (X) pada tempat yang sesuai di lembar jawaban.
S = R-W/0-1
|
S = Score
R = Right
W = Wrong
0 = Option
1 = Bilangan
konstan
c.
Pemberian
skor untuk tes bentuk jawab singkat (short answer test)
Tes bentuk
jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata atau
kalimat pendek. Maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk
kalimat-kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu
pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes ini dpaat digolongkan ke
dalam bentuk tes objektif.
Dengan
mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja. Maka angka bagi tiap nomor
soal mudah ditebak. usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih
sulit daripada tes bentuk betul-salah atau pilihan ganda. Dalam tes bentuk ini,
sebaiknya tiap soal diberi angka 2 (dua). Tetapi apabila jawabannya bervariasi
misalnya lengkap sekali, lengkap, dan kurang lengkap, maka angkanya dapat
dibuat bervariasi pula misalnya 2, 1,5, dan 1.[1].
d.
Pemberian
skor untuk tes bentuk menjodohkan (matching)
Pada
dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana
jawaban-jawaban dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya
Karena tes
bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka
angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Sebagai
ancar-ancar dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah 2 (dua).
e.
Pemberian
skor untuk tes bentuk uraian
Sebelum
menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-pokok
jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, maka akan mempermudah kita dalam
mengoreksi tes itu.
Tidak ada
jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang kita peroleh
akan sangat beraneka ragam, beda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Langkah-langkah pemberian skornya adalah:
ü
Membaca soal pertama dari seluruh
siswa untuk memperoleh gambaran mengenai lengkap tidaknya jawaban yang
diberikan siswa secara keseluruhan.
ü
Menentukan angka untuk soal pertama
tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap diberi angka 5, kurang sedikit
diberi angka 4, begitu seterusnya.
ü
Mengulangi langkah-langkah tersebut
untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya.
ü
Menjumlahkan angka-angka yang
diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.
Alternatif kedua untuk pemberian
skor pada tes bentuk uraian adalah dengan menggunakan cara pemberian angka yang
relatif. Misalnya untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling lengkap hanya
mengandung 3 unsur, padahal yang kita kita menghendaki 5 unsur, maka kepada
jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5, sedangkan yang
menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita beri angka lebih sedikit, yaitu misalnya
3,5; 2; 1,5; dan seterusnya.
Apa yang telah diterangkan di atas
ini adalah cara memberikan angka dengan menggunakan atau mendasarkan pada norma
kelompok (norm referenced test). Apabila dalam memberikan angka
menggunakan atau mendasarkan pada standar mutlak (Criterion referenced test),
maka langkah-langkahnya adalah:
Ø
Membaca setiap jawaban yang
diberikan oleh siswa dan dibandingkan dengan kunci jawaban yang telah disusun.
Ø
Membubuhkan skor di sebelah kiri
setiap jawaban. Ini dilakukan per nomor soal.
Ø
Menjumlahkan skor-skor yang telah
dituliskan pada setiap soal.
Dengan cara ini maka skor yang diperoleh
siswa tidak dibandingkan dnegan jawaban paling lengkap yang diberikan oleh
siswa lain, tetapi dibandingkan dengan jawaban lengkap yang dikehendaki dan
sudah ditentukan oleh guru.
f.
Pemberian
skor untuk tes bentuk tugas.
Tolak ukur
yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah:
v
Ketepatan waktu.
v
Bentuk fisik pengerjaan tugas yang
menandkan keseriusan dalam mengerjakan tugas.
v
Sistematika yang menunjukkan alur
keruntutan pikiran.
v
Kelengkapan isi menyangkut
ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
v
Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian
hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru.
Dalam
mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan peranan masing-masing aspek
kriteria tersebut, misalnya demikian:
Ø
Ketepatan waktu, diberi bobot 2
Ø
Bentu fisik, diberi bobot 1
Ø
Sistematika, diberi bobot 3
Ø
Kelengkapan isi, diberi bobot 3
Ø
Mutu hasil, diberi bobot 3
Maka nilai
akhir untuk tugas tersebut diberikan rumus:
NAT adalah
Nilai Akhir Tugas
2.3 TEKNIK PENGOLAHAN DAN PENGUBAHAN (KONVERSI) SKOR HASIL TES HASIL
BELAJAR MENJADI NILAI
1.
Perbedaan
Skor dan Nilai.
Apa yang terjadi selama ini, banyak di antara para
guru yang masih mencampuradukkan antara dua pengertian, yaitu skor dan nilai.
Skor adalah hasil
pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap
soal tes yang dijawab betul oleh siswa, dengan memperhitungkan bobot jawaban
betulnya.
Nilai adalah angka (bisa
juga huruf) yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor
lainnya, serta dengan menggunakan acuan/standar tertentu, yakni acuan patokan
dan acuan norma.
2.
Pengolahan Dan Pengubahan Skor
Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai Standar.
3.
Pengubahan
Skor MentahHasil Tes Menjadi
Nilai Standar Berskala Sebelas(Standard Eleven= Stanel Eleven Point Scale).
Nilai standar berskala
sebelas adalah rentangan nilai standar dari 0 sampai dengan 10. Jadi disini
akan kita dapati 11 butir standar, yaitu nilai 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 10.
4.
Pengubahan
Skor Mentah Hasil Tes Menjadi
Skor Standar z
Yang dimaksud dengan skor z adalah skor yang
penjabarannya didasarkan atas unit deviasi standar dari mean. Dalam hal
ini mean dinyatakan = 0 (nol).
Oleh karena itu, dnegan penjabaran skor-skor mentah
menjadi skor standar z kita dapat melihat bagaimana kedudukan skor tersebut
dibandingkan dengan rata-rata skor kelompoknya.
Rumus z = x / SDx
Dimana : z = z (score)
x
= deviasi skor x, yaitu selisih antara
skor x dengan Mx
SDx
= deviasi standar dari skor-skor X.
5.
Mengolah
Skor Mentah Menjadi Skor Standar T
Yang dimaksud dengan skor T ialah
angka skala yang menggunakan dasar mean = 50 dan jarak tiap deviasi
standar (DS) = 10. Di dalam range -3 DS sampai dengan +3 DS, T tersebar
dari 20 s.d. 80, tanpa bilangan –bilangan minus.
Suatu panitia ujian sekolah
misalnya, dapat menentukan “batas lulus” dari berbagai mata pelajaran dengan
kedudukan nilai skor yang sama setelah setiap skor dari mata pelajaran tersebut
dijabarkan ke dalam skor T.
Rumusnya: Skor T = 10z + 50 atau
Skor T = 50 + 10z
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nilai pada dasarnya melambangkan
penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee atas jawaban betul yang diberikan
oleh testee dalam tes hasil belajar. Artinya makin banyak jumlah butir soal
dapat dijawab dengan betul, maka penghargaan yang diberikan oleh tester kepada
testee akan semakin tinggi. sebaliknya, jika jumlah butir item yang dapat
dijawab dengan betul itu hanya sedikit, maka penghargaan yang diberikan kepada
testee juga kecil atau rendah.
Tes hasil belajar dapat
diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis),
secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Adanya perbedaan
pelaksanaan tes hasil belajar tersebut menuntut adanya perbedaan dalam
pemeriksaan, pemberian skor, dan pengolahan hasil-hasilnya.
Teknik pengolahan hasil tes hasil
belajar dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni: mengolah skor mentah
menjadi nilai huruf, mengolah skor mentah menjadi nilai 1 – 10, mengolah skor
mentah menjadi nilai dengan persen, mengolah skor mentah menjadi skor standar
z, dan mengolah skor mentah menjadi skor standar T.
3.2
Saran
Kami sadar,
sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, serta masih
banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik
lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, makalah yang sederhana ini, dapat
memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar