BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam
praktek, teknik tes lah yang
lebih sering dipergunakan dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta
didik. Pernyataan di atas tidaklah harus
diartikan bahwa teknik tes adalah satu-satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil
belajar, sebab masih ada teknik yang lainnya yang dapat dipergunakan, yaitu teknik non tes. Dengan teknik non tes maka
penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa
menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan pengamatan secara sistematis
(observation), melakukan wawancara (interview), mennyebarkan
angket (questionnaire), Pemeriksaan dokumen (Documentary Analysis).
Kuesioner
dan wawancara pada umumnya digunakan untuk menilai ranah kognitif seperti
pendapat atau pandangan seseorang serta harapan dan aspirasinyadisamping aspek
afektif dan perilaku individu. Skala dapat digunakan untuk menilai aspek
afektif seperti skala sikap dan skala minat serta ranah kognitif seperti skala
penilaian. Pengamatan biasanya dilakukan untuk memperoleh data mengenai
perilaku individu atau proses kegiatan tertentu. Studi kasus digunakan untuk
memperoleh data yang komprehensifmengenai kasus-kasus tertentu dari individu.
Sosiometri pada umumnya digunakan untuk menilai aspek perilaku individu, terutama
hubungan sosialnya.
Penggunaan
nontes untuk menilai hasil dan proses
belajar masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam menilai hasil belajar peserta
didik. Para guru di sekolah pada umumnya lebih banyak menggunakan tes mengingat
alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis, yang dinilai terbatas pada
aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah
menyelesaikan pengalaman belajarnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang permasalahan yang di tulis diatas maka kami dapat menyimpulkan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang
dimaksut dengan teknik tes?
2. Apa saja fungsi
tes?
3. Seperti apa
penggolongan tes itu?
4. Seperti apakah alat-alat penilaian
nontes itu?
1.3 TUJUAN
Berdasarkan
rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Pembaca dapat
mengetahui pengertian tes
2. Pembaca dapat
mengetahui serta menerapkan fungsi dari tes tersebut
3. Pembaca dapat
mengetahui apa saja golongan-golongan dari tes itu
4. Pembaca dapat mengetahui pengertian
alat-alat penilaian nontes.
1.4
BAB
II
TEKNIK TES DAN TEKNIK NON TES
2.1 TEKNIK TES
Adalah
merupakan suatu kenyataan bahwa manusia dalam hidupnya berbeda antara individu
yang satu dengan individu yang lain. Tidak ada dua individu yang persis sama,
baik dari segi fisik maupun psikisnya. Ini merupakan salah satu bukti keagungan
Allah SWT atas segala ciptaanNya dan agar kita semua berbakti kepadaNya.
1. Pengertian Tes
Secara
harfiah, kata “tes” berasal dari bahasa Perancis Kuno: testum dengan
arti: “piring untuk menyisihkan logam-logam mulia” (maksudnya dengan
menggunakan alat berupa piring itu akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia
yang nilainya sangat tinggi) dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “tes”, “ujian” atau “percobaan”.
Dalam bahasa Arab: Imtihan.
Ada
beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian di atas,
yaitu : test adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka
pengukuran dan penilaian; testing berarti saat dilaksanakannya atau peristiwa
berlangsungnya pengukuran dan penilaian; tester artinya orang yang melaksanakan
tes, atau pembuat tes, atau eksperimentor, yaitu orang yang sedang melakukan
percobaan (eksperimen); sedangkan testee (mufrad) dan testees (jamak) adalah
pihak yang dikenai tes (peserta tes, peserta
ujian), atau pihak yang sedang dikenai pekerjaan (tercoba).
Adapun
dari segi istilah, menurut Anne Anastasi dalam karya tulisnya berjudul
Psychological testing, yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang
mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta
dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis
atau tingkah laku individu. Adapun menurut Lee J. Cronbach dalam bukunya
berjudul Essential of Psychological Testing, tes merupakan suatu prosedur yang
sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih. Sedangkan
menurut F.L. Goodenough, tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang
diberikan kepada individu atau sekelompok individu, dengan maksud untuk
membandingkan kecakapan mereka, satu dengan yang lainnya.
Dari definisi-definisi di atas kiranya dapat
dipahami bahwa dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah
cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka
pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas
atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab),
atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan) oleh testee, sehingga (atas
dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut) dapat dihasilkan
nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee.
2. Fungsi Tes
a. Sebagai alat
pengukur terhadap peserta didik, atau mengukur tingkat perkembangan atau
kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah menempuh proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b. Sebagai alat
pengukur keberhasilan program pengajaran sehingga dapat dikeahui sejauh mana
program pembelajaran yang telah ditentukan telah tercapai.
3. Tujuan tes








4.
Ciri-ciri
tes yang baik

Sebuah data atau informasi dapat
dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan sebenarnya. Jika data yang
dihasilkan dari sebuah instrumen valid, maka dapat dikatakan bahwa instrumen
tersebut valid, karena dapat memberikan gambaran tentang data secara benar
sesuai dengan kenyataan/keadaan sesungguhnya. Sebuah tes disebut valid apabila
tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.

Reliabilitas sebagai alat ukut yang
hasil pengukurannya digunakan untuk membuat berbagai keputusan terpenting.
Sebuah tes dikatakan reliabilitas apabila skor yang dihasilkan hasil pengukuran
kosisten, tidak berubah-ubah, dapat dipercaya karena tetap dan tidak berubah
secara mencolok.

Objektif berarti tidak adanya unsur
pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif adalah subjektif, artinya
terdapat unsur pribadi yang mempengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas
apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor
subjektif yang mempengaruhi.

Tes yang praktis adalah tes yang :
·
Mudah
dilaksanakan
·
Mudah
pemeriksaannya
·
Dilengkapi
dengan petunjuk-petunjuk yang jelas, sehingga dapat diberikan/diawali oleh
orang lain.

Adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang
mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.
5. Penggolongan
Tes
Sebagai alat pengukur, tes dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis atau golongan, tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa
penggolongan tes itu dilakukan.
a. Penggolngan tes
berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan dibagi menjadi enam golongan,
yaitu:
1. Tes seleksi, Sering dikenal dengan istilah “ujian ringan” atau
“ujian masuk”. Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru,
di mana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong
paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes.
2. Tes awal
(pretest), awal sering dikenal
dengan istilah pre-test. Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah
dapat dikuasai oleh para peserta didik. Jadi tes awal adalah tes yang
dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Karena itu
maka butir-butir soalnya dibuat yang mudah-mudah.
3. Tes akhir
(posttest), tes ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua
materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan
sebaik-baiknya oleh para peserta didik.
4. Tes diagnostik,
tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang
dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dengan
diketahuinya jenis kesukaran yang dihadapi peserta didik maka lebih lanjut akan
dicarikan upaya pengobatan (therapy) yang tepat. Tes ini juga bertujuan ingin menemukan jawab atas pertanyaan “Apakah
peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar atau
landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya?”
5. Tes formatif;
adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dan
dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau subpokok bahasan berakhir
atau dapat diselesaikan
dan sudah sejauh manakah peserta didik “telah
terbentuk” (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Perlu
diketahui bahwa istilah “formatif” itu berasal dari kata “form” yang berarti
“bentuk”.
6. Tes sumatif,
adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program
pengajaran selesai diberikan. Yang menjadi tujuan utama tes sumatif adalah
untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah
mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Di sekolah tes ini dikenal dengan istilah “Ulangan
Umum” atau “EBTA” (Evaluasi Belajar Tahap Akhir), dimana hasilnya digunakan
untuk mengisi rapor atau mengisi ijazah (STTB). Tes sumatif dilaksanakan secara
tertulis, agar semua siswa memperoleh soal yang sama. Butir-butir soal yang
dikemukakan dalam tes sumatif ini pada umumnya juga lebih sulit atau lebih
berat daripada butir-butir soal tes formatif.
b. Penggolongan
tes berdasarkan aspek psikis, dibagi menjadi lima golongan, yaitu:
1. Tes intelegensi
(intellegency test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
2. Tes kemampuan (aptitude
test), yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan
dasar atau bakat khusus yang dimiliki oleh testee.
3. Tes sikap (attitude
test), yaitu salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap
predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu
terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek
tertentu.
4. Tes kepribadian
(personality test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang bersifat lahiriyah, seperti gaya
bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi atau kesenangan.
5. Tes hasil
belajar (achievement test), yaitu tes yang banyak digunakan untuk
mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi hasil belajar.
c. Penggolongan
Lain-lain
Ditilik
dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu:
1. Tes
individual, yakni tes di mana tester hanya berhadapan dengan satu orang testee
saja
2. Tes
kelompok, yakni tes di mana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang
testee.
Ditilik
dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaika tes, tes dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Power
test, yakni tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan
tes tersebut tidak dibatasi
2. Speed
test, yakni tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan
tes tersebut dibatasi.
Ditilik
dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan,yaitu:
1. Verbal
test, yakni suaut tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam
bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara
tertulis
2. Nonverbal
test, yakni tes yang menghendaki respon (jawaban) dari testee bukan berupa
ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku;
jadi respon yang dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau
gerakan-gerakan tertentu.
Apabila
ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya,
tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Tes
tertulis, yakni jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan
atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga
secara tertulis.
2. Tes
lisan, yakni tes di mana tester di dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau
soalnya dilakukan secara lisan, dan testee memberikan jawabannya secara lisan
pula.
2.2
TEKNIK NONTES
Penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dapat
dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik, melainkan dapat dilakukan dengan
pengamatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview),
menyebarkan angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti
dokumen-dokumen (documentary analysis). Teknik penilaian non tes
mempunyai peranan yang penting dalam mengevaluasi dari segi ranah sikap
(affective domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric domain).
Dengan teknik non-tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar
peserta didik dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan
dilakukan dengan melakukan pengamatan secara sistematis,, melakukan wawancara,
menyebarkan angket, dan memeriksa atau meneliti atau dokumen-dokumen.
A. Pengamatan (observation)
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran
pengamatan. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai
tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati,
baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dapat
mengukur atau menilai hasil dan proses belajar.
Ada tiga jenis observasi, yakni
observasi langsung, observasi dengan alat (tidak langsung), dan observasi
partisipasi.
1. Observasi langsung
Pengamatan
langsung adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang
terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat.
2. Observasi
dengan alat (tidak langsung)
Observasi
ini dilaksanakan dengan menggunakan alat seperti miskroskop untuk mengamati
bakteri, surya kanta untuk melihat pori-pori kulit.
3. Observasi
partisipasi
Observasi
ini berarti bahwa pengamatan harus melibatkan diri atau ikut serta dalam
kegiatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang diamati.
Kelemahan yang sering terjadidalam
observasi ada pada pengamat itu sendiri, misalnya kurang cermat, kurang
konsentrasi, lekas bosan sehingga hasil pengamatannya sering dipengaruhi oleh
pendapatnya, bukan yang ditunjukkan oleh objek yang diamatinya.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam
membuat pedoman observasi lansung adalah sebagai berikut:





Berhasil tidaknya observasi sebagai
alat penilaian bergantung pada pengamat, bukan pada pedoman observasi. Oleh
sebab itu, memilih pengamat yang cakap, mampu, dan menguasai segi-segi yang
diamati itu sangat diperlukan. Observasi untuk menilai proses pembelajaran
dapat dilaksanakan oleh guru di kelas pada saat siswa melakukan kegiatan
belajar. Untuk itu guru tidak perlu terlalu formal memperhatikan perilaku
siswa, tetapi mencatat secara teratur gejala dan perilaku yang ditunjukkan oleh
siswa.
B.
Wawancara
(interview)
Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak,
berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan
sebagai alat evaluasi, yaitu:
a. Wawancara
terpimpin yang juga sering dengan istilah wawancara berstruktur atau wawancara
sistematis. Yang dimaksud wawancara terpimpni adalah suatu kegiatan
wawancara yang pertanyaan-pertanyaan serta kemungkinan-kemungkinan jawabannya
itu telah dipersiapkan pihak pewawancara, responden tinggal memilih jawaban
yang sudah dipersiapkan pewawancara.
b. Wawancara
tidak terpimpin yang sering dikenal dengan istilah wawancara sederhana
atau wawancara tidak sistematis, atau wawancara bebas. pada
wawancara seperti ini responden diberi kebebasan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan pewawancara sesuai dengan pendapatnya tanpa terikat oleh
ketentuan-ketentuan yang telah dibuat pewawancara.
Sebagai alat penilaian, wawancara
dapat dapat digunakan untuk menilai hasil dan proses belajar. Ada tiga aspek
yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara, yakni:
·
Tahap
awal pelaksanaan wawancara bertujuan untuk mengondisikan situasi wawancara.
Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehingga siswa tidak
merasa takut, dan ia terdorong untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan
benar atau jujur.
·
Penggunaan
pertanyaan, setelah kondisi awal cukup baik, barulah diajukan
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara
bertahap dan sistematis berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah
dibuat sebelumnya.
·
Pencatatan
hasil wawancara, hasil wawancara sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak
lupa.
Sebelum melaksanakan wawancara perlu
dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini disusun dengan menempuh
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tentukan tujuan yang ingin dicapai
dari wawancara.
2. Berdasarkan tujuan diatas tentukan
aspek-aspek yang akan diungkap dalam wawancara tersebut.
3. Tentukan bentuk pertanyaan yang akan
digunakan, yang bentuk berstruktur ataukah bentuk terbuka.
4. Buatlah bentuk pertanyaan yang
sesuai dengan analisis (c) diatas, yakni membuat pertanyaan yang yang
berstruktur atau yang bebas.
5. Ada baiknya dibuat pula pedoman
mengolah dan menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman wawncara terpimpin atau
untuk wawancara bebas.
C. Angket (questionnaire)
Angket atau
kuesioner dalam proses pembelajaran adalah untuk memperoleh data mengenai latar
belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku
dan proses belajar mereka dan juga untuk memperoleh data sebagai bahan dalam
menyusun kurikulum dan program pembelajaran. Kuesioner sering digunakan untuk
menilai hasil belajar ranah afektif. Kuesioner dapat berupa bentuk pilihan
ganda dan dapat pula berbentuk skala sikap (skala likert).
Angket
juga dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam rangka penilaian hasil
belajar. Berbeda dengan wawancara di mana penilai berhadapan secara langsung
dengan peserta didik atau dengan pihak lainnya, maka dengan menggunakan angket,
pengumpulan data sebagai bahan penilaian hasil belajar yang jauh lebih praktis,
menghemat waktu dan tenaga. Hanya saja, jawaban-jawaban yang diberikan acapkali
tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya; apalagi jika pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan dalam angket itu kurang tajam, sehingga memungkinkan bagi
responden untuk memberikan jawaban yang diperkirakan akan melegakan atau
memberikan kepuasan kepada pihak penilai.
Angket
dapat diberikan langsung kepada peserta didik, dapat pula diberikan kepada para
orang tua mereka. Pada umumnya tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam
proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar
belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku
dan proses belajar mereka.
Kelebihan kuesiner dari wawancara
adalah sifatnya yang praktis, hemat waktu, tenaga, dan biaya. Kelemahannya
adalah jawaban sering tidak objektif, lebih-lebih bila pertanyaannya kurang
tajam dan memungkinkan siswa berpura-pura. Seperti halnya wawancara, kuesioner
pun ada dua macam, yakni kuesioner berstruktur dan kuesioner terbuka. Kelebihan
masing-masing kuesioner tersebut hampir sama dengan wawancara.
Alternatif jawaban yang ada dalam
kuesioner bisa juga diinformasikan dalam bentuk simbol kuantitatif agar
menghasilkan data interval. Caranya adalah dengan jalan memberi skor terhadap
setiap jawaban berdasarkan criteria tertentu.
Petunjuk yang lebih teknis dalam
membuat kuesioner adalah sebagai berikut :
§ Mulai dengan pengantar yang isinya
permohonan mengisi kuesioner sambil dijelaskan maksud dan tujuannya.
§ Jelaskan petunjuk atau cara
mengisinya supaya tidak salah.
§ Mulai dengan pertanyaan untuk
mengungkapkan identitas responden.
§ Isi pertanyaan sebaiknya dibuat
beberapa katergori atau bagian sesuai dengan variabel yang diungkapkan sehingga
mudah mengolahnya.
§ Rumusan pertanyaan dibuat singkat,
tetapi jelas sehingga tidak membingungkan dan salah mengakibatkan
penafsiran.
§ Hubungan antara pertanyaan yang satu
dengan pertanyaan yang lain harus dijaga sehingga tampak logikanya dalam satu
rangkaian yang sistematis.
§ Usahakan kemungkinan agar jawaban,
kalimat, dan rumusannya tidak lebih panjang daripada pertanyaan.
§ Kuesioner yang terlalu banyak atau
terlalu panjang akan melelahkan dan membosankan responden sehingga pengisiannya
tidak objektif lagi.
§ Ada baiknya kuesioner diakhiri
dengan tanda tangan sipengisi untuk menjamin keabsahan jawabannya.
Tujuan penggunaan kuesioner dalam
kegiatan pengajaran adalah :
o Untuk memperoleh data mengenai latar
belakang siswa sebagai bahan dalam menganalisis tinglah laku hasil dan proses
belajarnya.
o Untuk memperoleh data mengenai hasil
belajar yang dicapainya dan proses belajar yang ditempuhnya.
o Untuk memperoleh data sebagai
bahan dalam menyusun kurikulum dan program pembelajaran.
D. Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis)
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau
keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik nontes) juga dapat
dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap
dokumen-dokumen; misalnya dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup.
Selain itu juga dokumen yang memuat informasi tentang orang tua peserta didik.
Juga dokumen yang memuat tentang lingkungan nonsosial seperti: kondisi bangunan
rumah, ruang belajar dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adalah
merupakan suatu kenyataan bahwa manusia dalam hidupnya berbeda antara individu
yang satu dengan individu yang lain. Tidak ada dua individu yang persis sama,
baik dari segi fisik maupun psikisnya. Ini merupakan salah satu bukti keagungan
Allah SWT atas segala ciptaanNya dan agar kita semua berbakti kepadaNya.
Kuisioner dan wawancara pada umumnya
digunakan untuk menilai ranah kognitif seperti pendapat atau pandangan
seseorang serta harapan dan aspirasinya disamping aspek afektif dan perilaku
individu. Skala dapat digunakan untuk menilai aspek afektif seperti skala sikap
dan skala minat serta ranah kognitif seperti skala penilaian. Pengamatan
biasanya dilakukan untuk memperoleh data mengenai perilaku individu atau proses
kegiatan tertentu. Studi kasus digunakan untuk memperoleh data yang
komprehensifmengenai kasus-kasus tertentu dari individu. Sosiometri pada
umumnya digunakan untuk menilai aspek perilaku individu, terutama hubungan
sosialnya.
3.2 Saran
Melalui
penulisan makalah ini, hendaknya kita sebagai calon guru perlu membekali diri
kita masing-masing baik dengan sejumlah ilmu pengetahuan maupun keterampilan
tetapi juga menyadari bahwa kelak di masa depan sebagai seorang guru yang
profesional sangatlah kompleks. Oleh karena itu, mulai dari sekarang kita perlu
mempersiapkan diri baik dari segi intelektual, mental, sosial, dan emosional
kita sedapat mungkin mampu untuk tampil menjadi seorang pendidik yang sukses
menciptakan dan melaksanakan pembelajaran yang lebih berkualitas serta mampu
menjawab kebutuhan-kebutuhan belajar anak didik kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Sudijono, anas. 1996.
Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo perada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar