Rabu, 07 Mei 2014

TEKNIK TES DAN NON TES



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Dalam praktek, teknik tes lah yang lebih sering dipergunakan dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik. Pernyataan di atas tidaklah harus diartikan bahwa teknik tes adalah satu-satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih ada teknik yang lainnya yang dapat dipergunakan, yaitu teknik non tes. Dengan teknik non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan pengamatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), mennyebarkan angket (questionnaire), Pemeriksaan dokumen (Documentary Analysis).
Kuesioner dan wawancara pada umumnya digunakan untuk menilai ranah kognitif seperti pendapat atau pandangan seseorang serta harapan dan aspirasinyadisamping aspek afektif dan perilaku individu. Skala dapat digunakan untuk menilai aspek afektif seperti skala sikap dan skala minat serta ranah kognitif seperti skala penilaian. Pengamatan biasanya dilakukan untuk memperoleh data mengenai perilaku individu atau proses kegiatan tertentu. Studi kasus digunakan untuk memperoleh data yang komprehensifmengenai kasus-kasus tertentu dari individu. Sosiometri pada umumnya digunakan untuk menilai aspek perilaku individu, terutama hubungan sosialnya. 
Penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam menilai hasil belajar peserta didik. Para guru di sekolah pada umumnya lebih banyak menggunakan tes mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis, yang dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.


1.2    RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang di tulis diatas maka kami dapat menyimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apakah yang dimaksut dengan teknik tes?
2.    Apa saja fungsi tes?
3.    Seperti apa penggolongan tes itu?
4.    Seperti apakah alat-alat penilaian nontes itu?


1.3    TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Pembaca dapat mengetahui pengertian tes
2.      Pembaca dapat mengetahui serta menerapkan fungsi dari tes tersebut
3.      Pembaca dapat mengetahui apa saja golongan-golongan dari tes itu
4.      Pembaca dapat mengetahui pengertian alat-alat penilaian nontes.


1.4   
BAB II
TEKNIK TES DAN TEKNIK NON TES
2.1  TEKNIK TES
Adalah merupakan suatu kenyataan bahwa manusia dalam hidupnya berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Tidak ada dua individu yang persis sama, baik dari segi fisik maupun psikisnya. Ini merupakan salah satu bukti keagungan Allah SWT atas segala ciptaanNya dan agar kita semua berbakti kepadaNya.
1.    Pengertian Tes
Secara harfiah, kata “tes” berasal dari bahasa Perancis Kuno: testum dengan arti: “piring untuk menyisihkan logam-logam mulia” (maksudnya dengan menggunakan alat berupa piring itu akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang nilainya sangat tinggi) dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “tes”, “ujian” atau “percobaan”. Dalam bahasa Arab: Imtihan.
Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian di atas, yaitu : test adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian; testing berarti saat dilaksanakannya atau peristiwa berlangsungnya pengukuran dan penilaian; tester artinya orang yang melaksanakan tes, atau pembuat tes, atau eksperimentor, yaitu orang yang sedang melakukan percobaan (eksperimen); sedangkan testee (mufrad) dan testees (jamak) adalah pihak yang dikenai tes (peserta tes, peserta ujian), atau pihak yang sedang dikenai pekerjaan (tercoba).
Adapun dari segi istilah, menurut Anne Anastasi dalam karya tulisnya berjudul Psychological testing, yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Adapun menurut Lee J. Cronbach dalam bukunya berjudul Essential of Psychological Testing, tes merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih. Sedangkan menurut F.L. Goodenough, tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau sekelompok individu, dengan maksud untuk membandingkan kecakapan mereka, satu dengan yang lainnya.
Dari definisi-definisi di atas kiranya dapat dipahami bahwa dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab), atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan) oleh testee, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee.
2.    Fungsi Tes
a.    Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik, atau mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b.    Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran sehingga dapat dikeahui sejauh mana program pembelajaran yang telah ditentukan telah tercapai.
3.    Tujuan tes
*   Tingkat kemampuan awal siswa
*   Hasil belajar siswa
*   Perkembangan prestasi siswa
*   Keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
*   Kemampuan memecahkan masalah
*   Proses berpikir terutama melihat hubungan sebab akibat
*   Kemampuan menggunakan bahasa lisan
*   Kemampuan mempertanggungjawabkan pendapat atau konsep yang dikemukakan
4.    Ciri-ciri tes yang baik
*   Validitas
Sebuah data atau informasi dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan sebenarnya. Jika data yang dihasilkan dari sebuah instrumen valid, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut valid, karena dapat memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai dengan kenyataan/keadaan sesungguhnya. Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.
*   Reliabilitas
Reliabilitas sebagai alat ukut yang hasil pengukurannya digunakan untuk membuat berbagai keputusan terpenting. Sebuah tes dikatakan reliabilitas apabila skor yang dihasilkan hasil pengukuran kosisten, tidak berubah-ubah, dapat dipercaya karena tetap dan tidak berubah secara mencolok.
*   Objektivitas
Objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif adalah subjektif, artinya terdapat unsur pribadi yang mempengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi.
*   Praktikabilitas
Tes yang praktis adalah tes yang :
·      Mudah dilaksanakan
·      Mudah pemeriksaannya
·      Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas, sehingga dapat diberikan/diawali oleh orang lain.
*   Ekonomis
Adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.
5.    Penggolongan Tes
Sebagai alat pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan, tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa penggolongan tes itu dilakukan.
a.    Penggolngan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan dibagi menjadi enam golongan, yaitu:
1.    Tes seleksi, Sering dikenal dengan istilah “ujian ringan” atau “ujian masuk”. Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, di mana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes.
2.    Tes awal (pretest), awal sering dikenal dengan istilah pre-test. Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh para peserta didik. Jadi tes awal adalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Karena itu maka butir-butir soalnya dibuat yang mudah-mudah.
3.    Tes akhir (posttest), tes ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para peserta didik.
4.    Tes diagnostik, tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dengan diketahuinya jenis kesukaran yang dihadapi peserta didik maka lebih lanjut akan dicarikan upaya pengobatan (therapy) yang tepat. Tes ini juga bertujuan ingin menemukan jawab atas pertanyaan “Apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya?”
5.    Tes formatif; adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dan dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau subpokok bahasan berakhir atau dapat diselesaikan dan sudah sejauh manakah peserta didik “telah terbentuk” (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Perlu diketahui bahwa istilah “formatif” itu berasal dari kata “form” yang berarti “bentuk”.
6.    Tes sumatif, adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Yang menjadi tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Di sekolah tes ini dikenal dengan istilah “Ulangan Umum” atau “EBTA” (Evaluasi Belajar Tahap Akhir), dimana hasilnya digunakan untuk mengisi rapor atau mengisi ijazah (STTB). Tes sumatif dilaksanakan secara tertulis, agar semua siswa memperoleh soal yang sama. Butir-butir soal yang dikemukakan dalam tes sumatif ini pada umumnya juga lebih sulit atau lebih berat daripada butir-butir soal tes formatif.
b.    Penggolongan tes berdasarkan aspek psikis, dibagi menjadi lima golongan, yaitu:
1.    Tes intelegensi (intellegency test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
2.    Tes kemampuan (aptitude test), yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki oleh testee.
3.    Tes sikap (attitude test), yaitu salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu.
4.    Tes kepribadian (personality test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang bersifat lahiriyah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi atau kesenangan.
5.    Tes hasil belajar (achievement test), yaitu tes yang banyak digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi hasil belajar.
c.    Penggolongan Lain-lain
Ditilik dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1.    Tes individual, yakni tes di mana tester hanya berhadapan dengan satu orang testee saja
2.    Tes kelompok, yakni tes di mana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang testee.
Ditilik dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaika tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1.    Power test, yakni tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi
2.    Speed test, yakni tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.


Ditilik dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan,yaitu:
1.    Verbal test, yakni suaut tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara tertulis
2.    Nonverbal test, yakni tes yang menghendaki respon (jawaban) dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku; jadi respon yang dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau gerakan-gerakan tertentu.
Apabila ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1.    Tes tertulis, yakni jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara tertulis.
2.    Tes lisan, yakni tes di mana tester di dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan, dan testee memberikan jawabannya secara lisan pula.
2.2    TEKNIK NONTES
Penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik, melainkan dapat dilakukan dengan pengamatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen (documentary analysis). Teknik penilaian non tes mempunyai peranan yang penting dalam mengevaluasi dari segi ranah sikap (affective domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric domain).
Dengan teknik non-tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan pengamatan secara sistematis,, melakukan wawancara, menyebarkan angket, dan memeriksa atau meneliti atau dokumen-dokumen.
A.  Pengamatan (observation)
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar.
Ada tiga jenis observasi, yakni observasi langsung, observasi dengan alat (tidak langsung), dan observasi partisipasi.
1.    Observasi langsung
Pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat.
2.    Observasi dengan alat (tidak langsung)
Observasi ini dilaksanakan dengan menggunakan alat seperti miskroskop untuk mengamati bakteri, surya kanta untuk melihat pori-pori kulit.
3.    Observasi partisipasi
Observasi ini berarti bahwa pengamatan harus melibatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang diamati.
Kelemahan yang sering terjadidalam observasi ada pada pengamat itu sendiri, misalnya kurang cermat, kurang konsentrasi, lekas bosan sehingga hasil pengamatannya sering dipengaruhi oleh pendapatnya, bukan yang ditunjukkan oleh objek yang diamatinya.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi lansung adalah sebagai berikut: 
*   Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku, misalnya penampilan guru di kelas.
*   Berdasarkan gambaran dari langkah (a) diatas, penilai menentukan segi-segi mana dari perilaku guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan keperluannya.
*      Tentukan bentuk pedoman tersebut, apakah bentuk bebas (tak perlu ada jawaban, tetapi mencatat apa yang tampak) atau pedoman yang berstruktur (memakai kemungkinan jawaban).
*      Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dulu pedoman observasi yang telah dibuat dengan calon observan agar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan bagaimana cara mengisinya.  
*      Bila ada hal khusus yang menarik, tetapi tidak ada dalam pedoman observasi, sebaiknya disediakan catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir pedoman observasi.
Berhasil tidaknya observasi sebagai alat penilaian bergantung pada pengamat, bukan pada pedoman observasi. Oleh sebab itu, memilih pengamat yang cakap, mampu, dan menguasai segi-segi yang diamati itu sangat diperlukan. Observasi untuk menilai proses pembelajaran dapat dilaksanakan oleh guru di kelas pada saat siswa melakukan kegiatan belajar. Untuk itu guru tidak perlu terlalu formal memperhatikan perilaku siswa, tetapi mencatat secara teratur gejala dan perilaku yang ditunjukkan oleh siswa.
B.     Wawancara (interview)
Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a.    Wawancara terpimpin yang juga sering dengan istilah wawancara berstruktur atau wawancara sistematis. Yang dimaksud wawancara terpimpni adalah suatu kegiatan wawancara yang pertanyaan-pertanyaan serta kemungkinan-kemungkinan jawabannya itu telah dipersiapkan pihak pewawancara, responden tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan pewawancara. 
b.    Wawancara tidak terpimpin  yang sering dikenal dengan istilah wawancara sederhana atau wawancara tidak sistematis, atau wawancara bebas. pada wawancara seperti ini responden diberi kebebasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pewawancara sesuai dengan pendapatnya tanpa terikat oleh ketentuan-ketentuan yang telah dibuat pewawancara.
Sebagai alat penilaian, wawancara dapat dapat digunakan untuk menilai hasil dan proses belajar. Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara, yakni:
·       Tahap awal pelaksanaan wawancara bertujuan untuk mengondisikan situasi wawancara. Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehingga siswa tidak merasa takut, dan ia terdorong untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan benar atau jujur. 
·       Penggunaan pertanyaan, setelah kondisi awal cukup baik, barulah diajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap dan sistematis berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya. 
·       Pencatatan hasil wawancara, hasil wawancara sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak lupa.
Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. 
2.    Berdasarkan tujuan diatas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dalam wawancara tersebut. 
3.    Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yang bentuk berstruktur ataukah bentuk terbuka. 
4.    Buatlah bentuk pertanyaan yang sesuai dengan analisis (c) diatas, yakni membuat pertanyaan yang yang berstruktur atau yang bebas. 
5.    Ada baiknya dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman wawncara terpimpin atau untuk wawancara bebas.

C.  Angket (questionnaire)
Angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka dan juga untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan program pembelajaran. Kuesioner sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif. Kuesioner dapat berupa bentuk pilihan ganda dan dapat pula berbentuk skala sikap (skala likert).
Angket juga dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam rangka penilaian hasil belajar. Berbeda dengan wawancara di mana penilai berhadapan secara langsung dengan peserta didik atau dengan pihak lainnya, maka dengan menggunakan angket, pengumpulan data sebagai bahan penilaian hasil belajar yang jauh lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga. Hanya saja, jawaban-jawaban yang diberikan acapkali tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya; apalagi jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam angket itu kurang tajam, sehingga memungkinkan bagi responden untuk memberikan jawaban yang diperkirakan akan melegakan atau memberikan kepuasan kepada pihak penilai.
Angket dapat diberikan langsung kepada peserta didik, dapat pula diberikan kepada para orang tua mereka. Pada umumnya tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka.
Kelebihan kuesiner dari wawancara adalah sifatnya yang praktis, hemat waktu, tenaga, dan biaya. Kelemahannya adalah jawaban sering tidak objektif, lebih-lebih bila pertanyaannya kurang tajam dan memungkinkan siswa berpura-pura. Seperti halnya wawancara, kuesioner pun ada dua macam, yakni kuesioner berstruktur dan kuesioner terbuka. Kelebihan masing-masing kuesioner tersebut hampir sama dengan wawancara.
Alternatif jawaban yang ada dalam kuesioner bisa juga diinformasikan dalam bentuk simbol kuantitatif agar menghasilkan data interval. Caranya adalah dengan jalan memberi skor terhadap setiap jawaban berdasarkan criteria tertentu.
Petunjuk yang lebih teknis dalam membuat kuesioner adalah sebagai berikut :
§  Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner sambil dijelaskan maksud dan tujuannya. 
§  Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah. 
§  Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas responden. 
§  Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa katergori atau bagian sesuai dengan variabel yang diungkapkan sehingga mudah mengolahnya. 
§  Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak membingungkan dan salah mengakibatkan penafsiran. 
§  Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan yang lain harus dijaga sehingga tampak logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis. 
§  Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat, dan rumusannya tidak lebih panjang daripada pertanyaan. 
§  Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan membosankan responden sehingga pengisiannya tidak objektif lagi. 
§  Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan sipengisi untuk menjamin keabsahan jawabannya.
Tujuan penggunaan kuesioner dalam kegiatan pengajaran adalah : 
o   Untuk memperoleh data mengenai latar belakang siswa sebagai bahan dalam menganalisis tinglah laku hasil dan proses belajarnya.  
o   Untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapainya dan proses belajar yang ditempuhnya.
o    Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan program pembelajaran.    




D.  Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis)
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik nontes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen; misalnya dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup. Selain itu juga dokumen yang memuat informasi tentang orang tua peserta didik. Juga dokumen yang memuat tentang lingkungan nonsosial seperti: kondisi bangunan rumah, ruang belajar dan sebagainya.













BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Adalah merupakan suatu kenyataan bahwa manusia dalam hidupnya berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Tidak ada dua individu yang persis sama, baik dari segi fisik maupun psikisnya. Ini merupakan salah satu bukti keagungan Allah SWT atas segala ciptaanNya dan agar kita semua berbakti kepadaNya.
Kuisioner dan wawancara pada umumnya digunakan untuk menilai ranah kognitif seperti pendapat atau pandangan seseorang serta harapan dan aspirasinya disamping aspek afektif dan perilaku individu. Skala dapat digunakan untuk menilai aspek afektif seperti skala sikap dan skala minat serta ranah kognitif seperti skala penilaian. Pengamatan biasanya dilakukan untuk memperoleh data mengenai perilaku individu atau proses kegiatan tertentu. Studi kasus digunakan untuk memperoleh data yang komprehensifmengenai kasus-kasus tertentu dari individu. Sosiometri pada umumnya digunakan untuk menilai aspek perilaku individu, terutama hubungan sosialnya.
3.2    Saran
Melalui penulisan makalah ini, hendaknya kita sebagai calon guru perlu membekali diri kita masing-masing baik dengan sejumlah ilmu pengetahuan maupun keterampilan tetapi juga menyadari bahwa kelak di masa depan sebagai seorang guru yang profesional sangatlah kompleks. Oleh karena itu, mulai dari sekarang kita perlu mempersiapkan diri baik dari segi intelektual, mental, sosial, dan emosional kita sedapat mungkin mampu untuk tampil menjadi seorang pendidik yang sukses menciptakan dan melaksanakan pembelajaran yang lebih berkualitas serta mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan belajar anak didik kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Sudijono, anas. 1996. Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo perada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar